Tahlilan adalah wujud keberhasilan Islamisasi
Daftar Isi
Ditinjau dari sisi tujuannya Tahlilan adalah untuk mendoakan saudara, kerabat, tetangga atau orang muslim yang meninggal dunia, dilakukan secara bersama-sama atau bisa disebut sebagai doa bersama untuk seseorang yang telah meninggal dunia. Kemudian yang dilangsungkan dalam prosesi tahlilan ini adalah pembacaan kalimat dzikir, Istighfar, tasbih, tahmid, takbir dan doa-doa. Serta yang paling dominan dalam prosesi ini adalah membaca LA ILAHA ILLALLAH yang dalam bahasa Arab untuk menyebut kalimat ini dengan istilah TAHLIL, sehingga ritual doa bersama ini disebut TAHLILAN.
Ritual tahlilan ini biasa dilaksanakan selama tujuh hari berturut-turut setelah orang meninggal dunia. Selanjutnya pada 40 hari dari kematian, 100 hari, 1000 hari dan setiap bertemu tahun yang disebut dengan haolan. Di luar hari-hari itu, tahlilan juga dilaksanakan pada kesempatan-kesempatan lain, semisal acara pengajian rutin mingguan dan bulanan serta diberbagai kesempatan yang lain. Dari sini sangat bisa dipahami secara pasti bahwa tahlilan ini telah menjadi tradisi yang mengakar di sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kendati demikian, ada pula sebagian golongan yang tidak setuju dengan tradisi ini. Yang menjadi alasan dari kelompok yang tidak setuju dengan tradisi tahlilan ini adalah karena Rosulullah tidak pernah melakukan hal seperti tradisi ini. Bahkan secara jauh mereka menganggap tradisi ini merupakan bagian dari kesesatan bid'ah dan termasuk sesuatu yang haram dilakukan. Masalah tradisi tahlilan ini, jelas merupakan bagian dari ikhtilaf.
SEJARAH
Pada awal perkembangannya, Islam di Indonesia ini tidak bisa berjalan dengan mulus, bahkan penolakannya masih sangat kuat. Hingga masa kedatangan orang-orang yang memiliki kedalaman ilmu yang menjalankan dakwahnya di pulau Jawa. Orang-orang ini dikenal dalam sejarah sebagai wali songo. Pendekatan dakwah yang dilakukan bukanlah dengan pendekatan hukum, namun lebih ke pendekatan nilai-nilai kemanusiaan dan sosial budaya yang sudah ada pada waktu itu.
Jadi, secara historis, keberadaan tahlil ini merupakan salah satu tanda keberhasilan dakwah yang dilakukan oleh ulama terdahulu yang memasukan nilai-nilai Islam kedalam tradisi yang sudah ada. Dengan meluruskan atau memperbaiki sesuatu yang ada dalam tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sebelum dakwah Islam yang dilakukan oleh para ulama dari kalangan wali songo, tradisi masyarakat pada waktu itu, bila ada orang yang meninggal dunia adalah berkumpul dirumah duka dengan cara yang tidak pantas. Seperti mabuk dan lain-lain. Kemudian dengan kejelian para ulama ini, momen kejadian ketika ada orang meninggal dunia maka tradisi yang ada diluruskan dan mengisi tradisi itu dengan nilai-nilai syari'at islam. Sehingga dari tradisi yang sangat jauh dari manfaat, kini menjadi tradisi yang sangat besar manfaat dan akibatnya bagi perkembangan Islam. Dari sinilah tradisi tahlilan berawal dan kemudian berkembang di masyarakat secara luas.
Ditinjau dari sisi kebangsaan, maka didalam prosesi tahlilan ada nilai-nilai luhur milik bangsa yang dilangsungkan. Nilai-nilai yang menjadi alamat dari keluhuran bangsa ini, yaitu; saling membantu, tolong menolong dan memuliakan tamu dengan cara yang sebaik-baiknya sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki.
Ketika ada yang meninggal dunia, tanpa ada komando secara serempak para tetangga datang ke rumah duka, sambil menyumbangkan bantuan tidak hanya materi dalam bentuk harta dan tenaga tetapi bantuan dalam bentuk rasa demi mengurangi rasa sedih yang menimpa keluarga yang ditinggalkan.
Inilah salah satu bagian terbesar dari keberhasilan Islamisasi tidak hanya pada individu melainkan juga terhadap tradisi yang masih bisa disaksikan sampai hari ini. Oleh karena itu, ini merupakan ni'mat yang harus disyukuri oleh segenap masyarakat muslim di Negeri ini.
Posting Komentar
Terimakasih