Tata cara ruku' dan i'tidal
Daftar Isi
Tata cara ruku' dan i'tidal - Shalat dalam keseharian setiap muslim selain bertujuan untuk memperkuat kedekatan setiap umat muslim dengan Allah swt. juga menyimpan pesan yang sangat dalam untuk laku sosial dan lingkungannya. Apabila pesan shalat tersebut bisa dilaksanakan dengan konsisten/istiqomah, maka yang bisa diharapkan adalah meningkatknya kwalitas setiap individu muslim dalam pergaulan di lingkungan sosialnya, sehingga bisa menciptakan lingkungan yang madani dalam wadah baldatun thoyibatun wa robbun ghofur.
Pesan shalat itu ternyata merupakan jembatan yang mengisyaratkan bahwa antara shalat dengan prilaku memiliki korelasi yang sangat erat. Bila shalatnya baik, kemungkinan besar prilakunya juga akan baik, namun bila sebaliknya maka sebaliknya pula yang akan terlahir dalam prilakunya. Dari sinilah hal yang mendasari pentingnya mengupdate pengetahuan tentang tata cara melaksanakan shalat yang benar.
Disini, pembahasannya akan fokus pada ruku' dan i'tidal sesuai dengan judul dari posting ini, yaitu tata cara ruku' dan i'tidal. Nah, sebagaimana dipahami bersama bahwa ruku’ dan i’tidal adalah bagian dari rukun fi’li (rukun dalam bentuk perbuatan) yang harus diwajib dilakukan ketika shalat dan tidak boleh ditinggalkan/dilewat. Kemudian dalam melakukannya harus sesuai dengan aturan yang ada.
Ruku’
Posisi ruku' memiliki klasifikasi minimal dan maksimal atau dalam bahasa kitab kuning dikenal dengan istilah aqolluha wa tamamuha. Posisi minimal dalam ruku adalah cukup dengan merunduknya badan dengan ukuran kedua telapak tangan dapat sampai di kedua lututnya. Mengenai hal ini dapat dilihat dalam kitab Al-Fiqhul Manhajî.
Kemudian posisi maksimalnya atau sempurnanya adalah seseorang yang shalat merunduk dengan posisi punggung, leher dan kepala sejajar, lurus dan tidak melengkung. Lalu kedua betis harus dalam posisi tegak dan di kedua lututnya dipegang oleh kedua telapak tangan dengan jemari terbuka. Posisi ruku ini dilakukan selama ukuran melafalkan tasbih berikut ini sebanyak tiga kali.
سُبْØَانَ رَبِّÙŠَ الْعَظِيمِ“Subhâna Rabbiyal ‘Adhîmi”
Ruku yang oleh ijtihad para ulama terdahulu disepakati sebagai rukun shalat yang wajib dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan. Karena dengan meninggalkannya sama dengan shalatnya tidak jadi. Hal tersebut didasarkan pada sabada baginda Nabi Muhammad saw yang beliau sampaikan ketika memberikan pengajaran tentang tata cara shalat kepad para sahabatnya.
Ø«ُÙ…َّ ارْÙƒَعْ ØَتَّÙ‰ تَØ·ْÙ…َئِÙ†َّ رَاكِعًا“Kemudian ruku’lah sampai engkau tenang (tuma’ninah) dalam keadaan ruku’.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain juga disebutkan, bahwa ;
ÙˆَØ¥ِØ°َا رَÙƒَعَ Ø£َÙ…ْÙƒَÙ†َ ÙŠَدَÙŠْÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ رُÙƒْبَتَÙŠْÙ‡ِ“Ketika Rasulullah ruku’ beliau menempatkan kedua (telapak) tangannya pada kedua lututnya.“ (HR.Bukhari)
Dari penjelasan ini, kita bisa memahami bahwa dalam melakukan ruku' ketika shalat jangan sampai tidak sesuai dengan kriteria di atas. Hal ini dimaksudkan agal kwalitas shalat mencapai ukuran maksimal.
I’tidal
Mengenai I’tidal Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ telah memberikan definisi bahwa: i’tidal adalah kembalinya orang yang shalat pada posisi sebelum ia melakukan ruku’, baik kembali pada posisi berdiri (bagi orang yang shalatnya dengan berdiri) ataupun pada posisi duduk (bagi orang yang shalatnya dengan duduk).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam i'tidal ini ada tiga hal yang menjadi syarat sahnya i'tidal ini yaitu ;
- Bangunnya dari ruku’ dengan tidak memiliki tujuan lain selain untuk melakukan i’tidal itu sendiri.
- Tuma’ninah pada saat melakukan i’tidal. Ukurannya adalah gambaran berdirinya benar-benar bisa terlihat sebagai berdiri. Agar terlihat berdiri itu maka harus diam sejenak dalam berdirinya selama ukuran membaca subhanallah 1 kali.
- I’tidal merupakan rukun fi'li yang pendek. Jadi berdiri dalam posisi i'tidal tidak boleh melebihi lamanya berdiri ketika membaca surat al-Fatihah.
Dengan terlaksananya tata cara melakukan ruku' dan i'tidal seperti yang telah dijelaskan diatas, maka yang menjadi harapan itu adalah tercapainya kwalitas shalat yang maksimal. Sehingga bisa berpengaruh pada prilaku seseorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya dengan prilaku yang lebih baik. Mungkin disinilah salah satu inti yang di maksud dari "shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkan". Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar
Terimakasih