Pengertian Dan Dasar Hukum Wakaf
Daftar Isi
Pengertian Dan Dasar Hukum Wakaf
Pengertian WakafWakaf merupakan Sedekah Jariyah, yaitu menyedekahkan harta kita untuk kebutuhan ummat. Harta Wakaf tidak bisa menyusut nilainya, tidak bisa di jual serta tidak bisa diwariskan. Karna wakaf pada intinya yaitu menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi hak Allah atas nama ummat.
Dasar Hukum Wakaf
Berdasar pada Al-Qur’an & Sunnah
Diantara hadis sebagai dasar serta dalil wakaf yaitu hadis yang bercerita mengenai cerita Umar bin al-Khaththab saat mendapatkan tanah di Khaibar. Sesudah ia memohon wejangan dari Nabi mengenai tanah itu, Nabi memberi anjuran untuk menahan asal tanah serta menyedekahkan yang dihasilkan dari tanah itu.
Hadis mengenai hal semacam ini dengan komplit yaitu ; “Umar mendapatkan tanah di Khaibar, lantas dia mengajukan pertanyaan terhadap Nabi dengan berkata ; Wahai Rasulullah, saya sudah mendapatkan tanah di Khaibar yang nilainya tinggi serta tidak pernah saya dapatkan yang lebih tinggi nilainya dari tanah tersebut. Apa yang engkau perintahkan pada saya untuk melaksanakannya? Sabda Rasulullah : “Jika kamu ingin, tahan sumbernya serta sedekahkan kegunaan atau faedahnya. ” Lantas Umar menyedekahkannya, ia tidak bisa di jual, diberi, atau di jadikan warisan.
Umar menyedekahkannya pada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir serta beberapa tamu. Bagaimanapun ia bisa dimanfaatkan lewat cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusinya, seperti makan atau berikan makan teman tanpa menjadikannnya sebagai sumber pendapatan. ”
Hadis yang lain yang menerangkan wakaf yaitu hadis yang dikisahkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis itu yaitu ; “Apabila anak Adam ( manusia ) itu meninggal, maka terputuslah segala amal perbuatannya terkecuali dari tiga hal, yakni sedekah jariah (wakaf), ilmu dan pengetahuan yang dapat di ambil faedahnya, serta anak soleh yang mendoakannya. ”
Berdasar pada Hukum Positif
Ketentuan Pemerintah nomor 42 th. 2006 mengenai Proses Undang-undang nomor 41 th. 2004.
Kriteria Wakaf
Kriteria orang yang berwakaf (al-waqif) : Kriteria al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah mempunyai dengan penuh harta itu, berarti dia merdeka untuk mewakafkan harta itu pada sesiapa yang ia kehendaki. Ke-2 dia mestilah orang yang berakal, tidak sah wakaf orang bodoh, orang hilang ingatan, atau orang yang tengah mabuk. Ke-3 dia mestilah baligh. Serta ke-4 dia mestilah orang yang dapat melakukan tindakan dengan hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang tengah muflis serta orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
Kriteria harta yang diwakafkan (al-mauquf) : Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, terkecuali jika ia penuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh ahli Fiqih ;
Pertama barang yang diwakafkan itu haruslah barang yang bernilai
Ke dua, harta yang diwakafkan itu mestilah di ketahui kandungannya. Jadi jika harta itu tidak di ketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan kepemilikan pada saat itu tidak sah.
Ke tiga, harta yang diwakafkan itu tentu dipunyai oleh orang yang berwakaf (wakif).
Ke empat, harta itu mestilah berdiri dengan sendiri, tidak menempel pada harta beda (mufarrazan) atau dimaksud dengan juga arti (ghaira shai’).
Kriteria orang yang terima fungsi wakaf (al-mauquf alaih) : Dari sisi klasifikasinya orang yang terima wakaf ini ada dua jenis, pertama spesifik (mu’ayyan) serta tidak spesifik (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan spesifik adalah, kejelasan orang yang terima wakaf itu, apakah saru orang saja, dua orang atau satu kelompok yang spesifik serta tidak bisa dirubah.
Sedang yg tidak pasti tujuannya tempat berwakaf itu tidak ditetapkan dengan terinci, misalnya seorang, untuk orang fakir, miskin, tempat beribadah, dan lain-lain. Kriteria untuk orang yang terima wakaf spesifik ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Jadi orang muslim, merdeka serta kafir zimmi yang penuhi prasyarat ini bisa mempunyai harta wakaf. Mengenai orang bodoh, hamba sahaya, serta orang hilang ingatan tidak sah terima wakaf.
Kriteria yang terkait dengan ghaira mu’ayyan ; pertama adalah bahwa yang juga akan menerima wakaf itu mestilah bisa membuat wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya bisa mendekatkan diri pada Allah. Serta wakaf ini cuma diperuntukkan untuk kebutuhan Islam saja.
Kriteria Shigah Terkait dengan isi perkataan (sighah) butuh terdapat banyak prasyarat :
Pertama, perkataan itu mestilah mengandungi kalimat yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf bila perkataan dengan batas saat spesifik.
Ke-2, perkataan itu bisa direalisasikan selekasnya (tanjiz), tanpa ada disangkutkan atau digantungkan pada prasyarat spesifik.
Ke-3, perkataan itu berbentuk tentu.
Ke-4, perkataan itu tidak dibarengi oleh prasyarat yang membatalkan. Jika seluruh kriteria di atas bisa tercukupi, maka penguasaan atas tanah wakaf untuk penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak bisa kembali menarik balik pemilikan harta itu karena sudah beralih pada Allah serta untuk pengelolaan harta itu adalah orang yang terima wakaf yang pada umumnya ia dipandang pemiliknya tapi berbentuk ghaira tammah.
Kelebihan Wakaf
Wakaf adalah satu diantara amalan beribadah yang termasuk juga istimewa, hal semacam ini karna pahala waqaf selalu mengalir meskipun kita sudah meninggal dunia. Tidak sama dengan amalan-amalan seperti shalat, zakat, puasa, Haji dan lain-lain yang pahalanya juga akan terputus saat kita wafat. Keterangan ini berdasar pada hadist Rasulullah SAW.
“Jika seseorang manusia wafat, maka terputuslah semua amal perbuatannya, terkecuali tiga hal ; sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang berguna, serta anak shaleh yang senantiasa mendoakannya. HR. muslim, Imam Abu Dawud, serta Nasa’iy Menurut jumhur ulama ; sedekah jariyah dalam bentuk waqaf.
Pahalanya dapat diatasnamakan orang yang lain. “Dari sahabat Fadhl; dia datang pada Rasulullah serta mengajukan pertanyaan “ibuku wafat dan saya punya tujuan mau melaksanakan amal kebaikan baginya, apakah pahalanya juga akan bermanfaat buat ibuku? ” Rasulullah menjawab, ” bikinlah sumur umum serta niatkan pahalanya untuk ibumu.
Posting Komentar
Terimakasih