Keutamaan Ilmu Menurut Imam Syafi’i: Cahaya yang Tak Pernah Padam

Daftar Isi

Keutamaan Ilmu Menurut Imam Syafi’i: Cahaya yang Tak Pernah Padam dan selalu menjadi penerang bagi umat disemua zaman.

Keutamaan Ilmu menurut Imam Syafi'i

Imam Syafi'i adalah salah satu ulama besar dalam sejarah Islam yang terkenal dengan pemikiran dan pandangannya yang mendalam tentang pentingnya ilmu. 

Dalam berbagai karyanya, Imam Syafi’i seringkali menekankan bahwa ilmu adalah jalan menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Melalui ilmunya, beliau tidak hanya menjadi salah satu imam madzhab besar dalam Islam, tetapi juga menjadi teladan bagi umat dalam menggali dan menghormati ilmu. 

Artikel ini akan membahas lebih jauh tentang keutamaan ilmu menurut Imam Syafi'i dan mengapa beliau begitu menekankan pentingnya menuntut ilmu.


Keutamaan Ilmu dalam Pandangan Islam

Sebelum membahas pandangan Imam Syafi'i secara spesifik, penting untuk memahami bahwa dalam Islam, ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Allah SWT dalam Al-Qur'an banyak memuji orang-orang yang berilmu. 

Dalam Surah Al-Mujadilah ayat 11, Allah berfirman:

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)


Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu tidak hanya memperkaya kehidupan seseorang di dunia, tetapi juga merupakan jalan menuju derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. 

Rasulullah SAW juga bersabda:

"Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga." (HR. Muslim)


Dari sini, kita bisa melihat bagaimana Islam menempatkan ilmu sebagai sesuatu yang sangat istimewa dan mulia.


Imam Syafi'i: Sosok yang Haus Akan Ilmu

Imam Syafi'i, atau nama lengkapnya Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, dikenal sebagai salah satu dari empat imam madzhab dalam Islam. 

Ia lahir di Gaza, Palestina, pada tahun 767 M, dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat menghargai ilmu. Sejak kecil, Imam Syafi'i menunjukkan ketertarikan yang luar biasa terhadap ilmu agama. 

Ia menghafal Al-Qur'an sejak usia sembilan tahun dan melanjutkan studi mendalam di berbagai bidang ilmu agama, seperti hadits, fiqih, dan ushul fiqih.


Salah satu keutamaan Imam Syafi’i yang paling menonjol adalah kecerdasannya dalam memahami dan menyerap ilmu. 

Beliau belajar dari berbagai ulama besar pada masanya, termasuk Imam Malik di Madinah dan Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, murid dari Imam Abu Hanifah, di Irak. 

Dalam setiap kesempatan, Imam Syafi’i selalu menekankan bahwa ilmu adalah cahaya yang harus dijaga dan dimuliakan.


Pandangan Imam Syafi'i Tentang Ilmu

Imam Syafi’i sering memberikan nasehat tentang pentingnya menuntut ilmu. Dalam berbagai riwayat, beliau berkata:

"Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau, sedangkan harta engkau yang harus menjaganya. Ilmu adalah hakim, sedangkan harta terhukum. Harta akan berkurang apabila dibelanjakan, sedangkan ilmu akan bertambah apabila diamalkan."


Dari ungkapan ini, Imam Syafi’i mengingatkan kita bahwa ilmu memiliki keunggulan dibandingkan harta. 

Harta bersifat sementara, sementara ilmu akan selalu melekat dan terus bertambah manfaatnya apabila digunakan dengan benar. 

Ini juga menekankan bahwa orang yang berilmu memiliki keutamaan lebih tinggi karena mereka dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dalam mengarahkan umat.


Selain itu, Imam Syafi'i juga mengatakan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam salah satu ungkapannya yang terkenal, beliau berkata:

"Barangsiapa yang tidak mencintai ilmu, maka tidak ada kebaikan padanya. Dan janganlah engkau bersahabat dengan orang bodoh."


Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya memilih lingkungan yang mendukung dalam menuntut ilmu. 

Menjauhi kebodohan dan ketidaktahuan adalah salah satu prinsip yang harus dipegang oleh setiap Muslim, karena kebodohan dapat membawa pada kehancuran.


Menuntut Ilmu: Kewajiban Seumur Hidup

Salah satu ajaran penting dari Imam Syafi'i adalah bahwa menuntut ilmu adalah proses seumur hidup. 

Dalam pandangan beliau, seseorang tidak akan pernah selesai belajar. Setiap hari, ada ilmu baru yang bisa dipelajari dan setiap waktu harus digunakan untuk terus menggali pengetahuan. 

Beliau pernah berkata:

"Setiap kali aku mempelajari ilmu, aku merasa semakin sadar akan betapa banyak hal yang belum aku ketahui."


Ini adalah pengingat bahwa semakin kita belajar, semakin kita menyadari bahwa pengetahuan kita masih terbatas. 

Oleh karena itu, kita harus selalu bersikap rendah hati dalam menuntut ilmu dan tidak pernah merasa cukup.


Tantangan dalam Menuntut Ilmu

Meskipun menuntut ilmu memiliki banyak keutamaan, prosesnya tentu tidak selalu mudah. 

Imam Syafi'i juga memberikan nasehat tentang tantangan yang mungkin dihadapi oleh para pencari ilmu. 

Dalam salah satu syairnya yang terkenal, beliau menulis:

"Saudaraku, engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara: kecerdasan, semangat, kesabaran, biaya, bimbingan guru, dan waktu yang lama."


Dari syair ini, jelas bahwa menuntut ilmu membutuhkan pengorbanan. 

Tidak hanya membutuhkan kecerdasan, tetapi juga kesabaran dalam menghadapi berbagai ujian, baik dari segi waktu, tenaga, maupun biaya. 

Selain itu, bimbingan guru yang tepat juga sangat diperlukan agar ilmu yang diperoleh tidak menyimpang dari kebenaran.


Kesimpulan: Ilmu adalah Cahaya yang Harus Dijaga

Dari pandangan Imam Syafi'i, ilmu adalah cahaya yang akan menerangi jalan hidup seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. 

Ilmu akan membimbing kita untuk menjalani hidup dengan bijaksana, menjaga diri dari kebodohan, dan memberikan manfaat kepada orang lain. 

Menuntut ilmu adalah kewajiban yang harus dipegang teguh oleh setiap Muslim, karena hanya dengan ilmu kita bisa memahami agama ini dengan lebih baik dan menjalani kehidupan yang diridhai oleh Allah SWT.


Sebagaimana Imam Syafi’i sering menekankan, ilmu tidak akan pernah habis, justru akan terus bertambah jika kita mengamalkannya. 

Maka, marilah kita selalu bersikap haus akan ilmu, berusaha mencarinya di setiap kesempatan, dan mengamalkannya demi kebaikan diri sendiri dan orang lain.


Referensi:

1. Al-Qur'an, Surah Al-Mujadilah: 11.

2. Hadits riwayat Muslim.

3. Syair-syair Imam Syafi’i dari berbagai kitab biografi ulama.

Posting Komentar